Medan|delidaily.net – Proses Pemilihan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) untuk periode mendatang kembali menjadi sorotan publik. Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Sarjana Alwashliyah (ISARAH) Sumatera Utara, Abdul Thaib Siahaan, secara tegas mendesak agar proses tersebut dilaksanakan secara transparan, terbuka, dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, serta intervensi politik praktis.
“USU adalah universitas kebanggaan rakyat Sumatera Utara. Karena itu, rektornya harus benar-benar bersih, berintegritas, dan memiliki kualifikasi akademik yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Abdul Thaib kepada wartawan, Rabu (10/9/2025). Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran bahwa pesta demokrasi akademik ini berpotensi tercemar oleh kepentingan-kepentingan di balik layar.
ISARAH Sumut menyoroti kuatnya aroma intervensi politik dalam pemilihan rektor di universitas-universitas besar. Lembaga ini menyatakan kekhawatirannya bahwa Senat Universitas, yang memegang hak suara, dapat menjadi sasaran lobi intensif dari berbagai pihak. Bahkan, isu lama mengenai “mahar jabatan” dan permainan suap menyuap kembali mencuat.
“Wajah akademik Sumatera Utara tercermin dari kualitas pemilihan rektor USU. Jangan sampai kampus besar ini justru jadi cermin buruk demokrasi akademik di mata publik,” ujar Abdul Thaib menambahkan.
Sorotan tajam terutama dialamatkan kepada Senat Universitas dan Kementerian Pendidikan Tinggi. ISARAH Sumut mendesak kedua pihak ini untuk memastikan setiap tahapan pemilihan berjalan secara terbuka dan akuntabel. Mereka juga menuntut agar calon rektor yang memiliki rekam jejak tersangkut kasus korupsi, kolusi, atau penyalahgunaan jabatan segera dicoret dari daftar pencalonan.
“Ini bukan sekadar soal siapa yang duduk di kursi rektor, tetapi soal kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan tinggi kita,” tegas Abdul Thaib.
Yang menarik, ISARAH Sumut juga meminta keterlibatan aktif aparat penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian, untuk memantau jalannya pemilihan. Langkah ini dinilai crucial untuk mencegah transaksi gelap, politik uang, atau praktik suap yang dapat merusak kredibilitas proses.
“Jangan sampai kampus dijadikan ladang transaksi politik. Jika benar-benar ada praktik kotor, proses hukum wajib ditegakkan,” tegasnya.
Sejarah pemilihan rektor di sejumlah universitas negeri di Indonesia memang sering dibayangi praktik tidak sehat. Kasus suap yang pernah terbongkar di beberapa kampus ternama menjadi bukti bahwa demokrasi akademik belum sepenuhnya steril.
Di USU, sorotan kali ini menjadi ujian besar bagi independensi dan integritas institusi. Publik menunggu bukti bahwa kampus kebanggaan Sumatera Utara ini mampu menggelar pemimpin yang benar-benar lahir dari proses yang bersih dan bermartabat.
“Publik kini menunggu. Transparansi menjadi kata kunci, dan setiap langkah senat USU akan terus dipantau,” tukas Abdul Thaib menutup pernyataannya.