Medan|delidaily.net – Aliansi Masyarakat Peduli Desa Kabupaten Serdang Bedagai kembali menggelar aksi damai jilid 3 sebagai bentuk protes terhadap dugaan korupsi dana desa di 20 desa dalam wilayah Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai. Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya dan berlangsung secara tertib dengan pengawalan pihak kepolisian.
Dalam aksi yang berlangsung selama lebih dari satu jam itu, massa mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Inspektorat Provinsi Sumatera Utara (15 Juli 2025) Agar segera menindaklanjuti dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah oknum kepala desa dalam pengelolaan Dana Desa Tahun Anggaran 2024.
Adapun 20 desa yang diduga terlibat antara lain: Aras Panjang, Bah Kerapuh, Baja Ronggi, Bantan, Batu 12, Batu 13, Blok 10, Bukit Cermin Hilir, Dame, Dolok Sagala, Havea, Huta Nauli, Kota Tengah, Malasori, Pertambatan, Sarang Ginting, Sarang Torop, Silau Merawan, Tanjung Maria, dan Ujung Silau.
Dugaan Modus dan Pola Penyelewengan
Data yang dihimpun Aliansi menunjukkan pola dugaan korupsi berupa mark-up anggaran dalam proyek pembangunan infrastruktur desa, pelatihan, penyuluhan, serta pengadaan barang dan jasa. Nilai kegiatan yang dicurigai mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah, dengan indikasi penggelembungan harga dan laporan kegiatan fiktif.
Contohnya di Desa Aras Panjang, kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan posyandu masing-masing menelan biaya hingga ratusan juta rupiah. Di Desa Bah Kerapuh, pelatihan salon dan tata boga untuk 25 orang dilaporkan menghabiskan Rp120 juta, sementara bantuan bibit untuk 38 KK mencapai Rp199 juta.
Desa Baja Ronggi tercatat melakukan dua pelatihan dengan total anggaran lebih dari Rp350 juta dan pembangunan jalan desa senilai Rp302 juta. Kegiatan serupa dengan nilai tinggi juga ditemukan di desa-desa lain seperti Bantan, Batu 12, Dolok Sagala, hingga Tanjung Maria.
Tuntutan Masyarakat
Dalam orasinya, para demonstran menyampaikan sejumlah tuntutan:
-
Pemeriksaan menyeluruh terhadap kepala desa yang terindikasi melakukan penyimpangan dana.
-
Transparansi proses penyelidikan dari Kejaksaan Tinggi dan Inspektorat Provinsi.
-
Sanksi tegas terhadap pihak yang terbukti menyalahgunakan anggaran.
“Kami tidak ingin Dana Desa yang seharusnya untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat malah dinikmati segelintir oknum,” tegas koordinator aksi.
Respons Kejaksaan dan Inspektorat
Usai berorasi, perwakilan massa diterima oleh Nerlila Hasibuan dari bagian intelijen Kejaksaan Tinggi Sumut. Ia menyarankan agar laporan resmi dan bukti-bukti disampaikan secara tertulis agar proses hukum dapat berjalan sesuai ketentuan.
Selanjutnya, massa juga mengunjungi Kantor Inspektorat Sumut dan diterima oleh Hafidz dari bagian Inspektur Khusus. Dalam keterangannya, Hafidz menyatakan bahwa meskipun kewenangan utama berada pada Inspektorat Kabupaten Serdang Bedagai, pihaknya akan tetap melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap kasus ini.
Aspek Hukum dan Potensi Jerat Pidana
Jika terbukti bersalah, kepala desa yang melakukan korupsi dapat dijerat menggunakan UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya cukup berat, yakni maksimal 20 tahun dan minimal 1 hingga 4 tahun penjara, tergantung pasal yang digunakan (Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3).
Harapan Masyarakat
Aliansi berharap agar kejadian serupa tidak terulang di desa lain, dan dana desa benar-benar digunakan untuk kemajuan dan kepentingan warga.
“Ini adalah dana publik. Harus ada tanggung jawab dan transparansi. Jangan sampai aparat desa menjadi aktor perampok uang rakyat,” tutup salah satu peserta aksi.