Aceh Singkil|delidaily.net – Seorang Aggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, Warman, melayangkan somasi hukum terhadap PT Socfindo Kabun Lae Butar.
Somasi ini dikarenakan Izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Socfindo Kebun Lae Butar yang telah berakhir sejak Desember 2023 lalu. Namun hingga kini pabrik milik PT Socfindo beroperasi.
Menurut Warman, bahwa operasional PT Socfindo Kebun Lae Butar pasca-berakhirnya HGU dianggap ilegal dan melanggar aturan.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan dan hak atas tanah, pasal 22 ayat 2.
“Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, pengelolaan PT Socfindo saat ini ilegal. Maka kami minta agar sertifikat HGU segera diserahkan kepada pemberi izin,” Kata Warman, Senin (28/7/2025).
Warman menerangkan bahwa Peraturan Pemerintah itu menyebutkan setelah jangka waktu pemberian perpanjangan HGU berakhir, tanah tersebut kembali menjadi milik negara atau berada dalam pengelolaan pihak pemberi izin.
“Selain itu, kita juga menyoroti keberadaan pabrik PT Socfindo di Desa Lae Butar dan Rimo yang kini berstatus sebagai kawasan permukiman perkotaan berdasarkan Qanun Aceh Singkil Nomor 2 Tahun 2013,” tambah Warman.
Dengan status baru tersebut, katanya, lokasi pabrik tidak lagi sesuai peruntukannya dan harus dipindahkan.
Selian itu, PT Socfindo juga dituding melanggar garis sempadan sungai dan kawasan lindung dengan menguasai dan merusak sempadan Sungai sejak memperoleh HGU pada tahun 1997.
“Hal ini melanggar ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63 Tahun 1993, yang diperbarui pada 2015. Dalam aturan itu disebutkan bahwa garis sempadan sungai besar ditetapkan 100 meter dari tepi sungai, sementara sungai kecil minimal diukur dari batas tepi sungai,” terang Warman.
Warman menyebut PT Socfindo seolah kebal hukum, karena tetap beroperasi meski izinnya telah habis. Hal itu dinilai memberikan contoh buruk kepada masyarakat.
“Surat somasi kedua telah dilayangkan pada 23 Juli 2025 dan diterima oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) pusat. Tembusan surat juga dikirim ke Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Mahkamah Agung, KPK, Kapolri, Menteri ATR/BPN, serta berbagai pejabat tinggi pusat dan daerah termasuk Gubernur Aceh, Bupati Aceh Singkil, dan aparat penegak hukum,” sebut Warman.
Pemerintah didesak agar segera mengambil tindakan tegas terhadap keberadaan dan aktivitas PT Socfindo di Aceh Singkil. “Hal itu demi penegakkan hukum dan menjaga kelestarian lingkungan,” tandas Warman.
Pewarta : Arman Munthe